POSO, DETAIL73-Setelah aksi sanksi adat ‘Megilu’ pada Senin 22 November 2021 lalu tak digubris perusahaan yang mengerjakan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso, kembali sekira 300 an orang masyarakat adat danau Poso, turun menggelar aksi damai di kantor PT Poso Energy (PT PE), Sabtu (11/12/2021).
Dalam aksi tersebut, oleh masyarakat adat menilai proyek pintu air danau Poso, milik PT PE, diduga kuat jadi memicu utama naiknya permukaan air danau, yang berujung terendamnya ratusan hektar sawah petani dipinggiran danau.
Masyarakat adat dari berbagai desa di seputar danau poso tiba di lokasi aksi kompodongi untuk melaksanakan ritual adat, tetapi dihalangi oleh aparat keamanan agar tidak boleh masuk di lokasi tersebut karena menunggu informasi dari pertemuan yang dilakukan pihak Poso Energy dan tokoh adat yang berlokasi di Siuri.
Beberapa orang yang mengatas namakan pemangku adat diizinkan masuk untuk negosiasi dan survei lokasi Megilu.
Lanjut, setelah pemangku adat selesai melakukan pengecekan lokasi, masa yang ada di luar tiba-tiba memaksa untuk masuk. Namun untuk menghindari terjadinya bentrok, dari pihak keamanan memberikan kesempatan masuk tapi dengan catatan harus dalam keadaan tertib.
Pihak masyarakat adat meminta PT PE untuk menghentikan kegiatan pengerjaan di lokasi kompodongi sebelum tuntutan di kabulkan.
Aksi msyarakat adat ini sebagai perjalanan ‘Megilu’ dalam bahasa daerah Pamona, suku yang mendiami pinggiran danau Poso.
Sanksi Megilu masyarakat adat kepada PT PE melalui proses yang sangat panjang karena ‘kompodongi’ mempunyai sejarah yang di miliki oleh leluhur tanah Poso.
Kompodongi dalam bahasa setempat menjadi wilayah yang sangat penting buat masyarakat adat Poso, karena telah melalui proses panjang melalui perang suku.
Masyarakat adat Poso mempercayai dan memegang kesepakatan yang ada sejak dahulu kala.
Kesepakatan ini antar tokoh adat di sekeliling danau Poso, bahwa apabila ada suku lain jika akan melakukan aktifitas dalam hal ini (Mosango, Momeka) di kompodongi harus meminta izin kepada masyarakat danau Poso.
Jika permintaan izin tidak di lakukan maka setiap suku atau orang yang masuk ke wilayah kompodongi di larang melewati wilayah wingke Poso.
Yang di lakukan PT PE, kata masyarakat adat danau Poso, saat ini telah melanggar kesepakatan yang di percayai dan di pegang turun temurun oleh masyarakat adat kabupaten Poso. Bahkan ironisnya telah merusak wilayah adat.
Masyarakat adat Poso sepakat menjatuhkan denda atau giwu kepada pihak PT PE karna telah merusak wilayah adat tanah Poso, merusak budaya adat Poso dan menimbulkan kerugian terhadap masyarakat sekeliling danau Poso.
Dalam aksi tersebut, masyarakat adat Poso yang menjatuhkan denda terhadap PT PE antara lain, masyarakat adat Pamona Utara, masyarakat adat Pamona Puselemba, masyarakat Adat Palande, masyarakat adat Pumboto, masyarakat adat Binowoi dan masyarakat adat Pamona Barat.
Jenis denda adat yang di jatuhkan adalah ‘Giwu Lemba’ dikenakan kepada mereka yang melakukan kesalahan atau moruta (merusak.red) sehingga mempengaruhi kehidupan orang banyak.
Denda adat yang di tetapkan adalah Giwu Lemba berupa 6 ekor kerbau.
Kegiatan megilu kedua dengan memanggil pihak PT PE menyelesaikan ganti untung semua kerugian masyarakat adat danau Poso yang telah di alami selama dua tahun dengan adil.
Mendengarkan dan memenuhi tuntutan masyarakat adat untuk mengembalikan siklus normal air danau.
Jika tidak mengindahkan tuntutan dari masyarakat, pihak PT PE harus menutup sementara operasional PLTA Poso 1.
Setelah upacara sanksi adat dilakukan, pada sore hati Sekretaris Daerah Poso Yan Guluga bersama perwakilan dari pemerintah daerah datang ke lokasi masyarakat adat berkumpul, untuk menjelaskan hasil dari pertemuan antara lembaga adat kabupaten Poso, lembaga adat Kecamatan dan pihak PT PE yang di laksanakan di Siuri sebagai berikut:
Adapun hasil dari pertemuan itu menyepakati, kompensasi di berikan kepada semua masyarakat yang terkena dampak dari naiknya permukaan air danau, yang akan di akukan mulai hari Selasa 14 Desember 2021.
Daerah 3T (Tolambo, Tokilo, Tindoli) akan di lakukan ganti rugi pembayaran sejumlah 94 ekor kerbau, tetapi ganti rugi kerbau akan di lihat dari besar kecilnya kerbau tersebut.
Pihak PT PE dan pemerintah daerah akan turun langsung ke daerah yang terdampak seperti di Peura, Dulumai, Meko.
Tiap bulan pihak PT PE, pemerintah daerah dan tokoh adat secara berkala akan melakukan pertemuan untuk membahas persoalan-persoalan yang baru.
Sekda Poso Yan Guluda di tunjuk menjadi ketua tim penyelesaian masalah masyarakat adat di danau Poso dan akan menyelesaikan masalah ini sebelum tanggal 25 Desember 2021 mendatang. (Yd/Bn/DM)