Ada 1.150 IUP Di Sulteng Jadi Pemicu Masalah Lingkungan Dan Konflik Agraria

Walhi :  Sulteng sedang berada dalam kepungan industri-industri ekstraktif

PALU, DETAIL73.COM-Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulteng mencatat hingga tahun 2021 terdapat 1.150 sebaran Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Sulteng, masing-masing adalah pertambangan mineral logam dan batuan yang tersebar di 13 kabupaten/kota. Hal Ini menandakan, bahwa Sulteng sedang berada dalam kepungan industri-industri ekstraktif.

Juru kampanye Walhi Sulteng, Aulia Hakim mengatakan, dari pengamatan Walhi bahwa dua sektor usaha pertambangan inilah yang paling banyak menyumbang masalah-masalah lingkungan serta konflik agraria di pedesaan.

“Kami berharap agar masalah-masalah buruknya tata Kelola sumber daya alam serta maraknya konflik agraria di Sulteng dapat menjadi prioritas Gubernur untuk diselesaikan, bukan justru tutup mata dan lebih mengarah pada kepentingan para pemodal dari pada menyelesaikan persoalan-persoalan rakyat,” pungkas Aulia Hakim, Kamis (3/2/2022).

Olehnya, Walhi menyarankan kepada Gubernur Sulteng Rusdy Mastura sebaiknya lebih mendahulukan perbaikan-perbaikan tata kelola sumber daya alam, sebagai langkah awal gubernur mengevaluasi seluruh perizinan perusahaan tambang maupun perkebunan sawit.

Dia juga menilai, kekacauan dalam penerbitan IUP di Sulteng, telah menghadirkan banyak dampak buruk bagi lingkungan serta masyarakat, seperti perampasan lahan-lahan rakyat, kriminalisasi, hingga pencemaran lingkungan hidup tidak mampu dihindari.

“Ditengah upaya rakyat mempertahankan ruang-ruang hidupnya, pemerintah nampaknya justru membuka jalan lebar bagi para pelaku-pelaku bisnis tambang, dalam upaya memperkuat dominasi penguasaan ruang produksi yang sangat berimplikasi terhadap kerusakan lingkungan hidup di Sulteng,” paparnya.

Wacana membuka seluas-luasnya peluang investasi di Sulteng, katanya, tidak hanya diarahkan untuk kepentingan pendapatan daerah ataupun penyerapan tenaga kerja saja.

Tentunya kedua hal tersebut, kata Aulia Hakim, tidak dapat dinafikan, akan tetapi konsekuensi negatif dari keberadaan perusahaan tambang juga harus menjadi prioritas untuk diselesaikan karena yang selalu merasakan dampak buruknya adalah masyarakat bukan pengusaha.

“Belum lagi dengan hadirnya UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba, yang menimbulkan berbagai masalah, seperti pada Pasal 162 yang menyatakan tentang masyarakat yang menggangu aktifitas pertambangan dalam bentuk apapun dapat dipidana, hingga denda sebesar 100 juta rupiah, juga risiko masyarakat menanggung seluruh dampak akibat kerusakan lingkungan,” jelasnya.

Lebih jauh dijelaskannya, terbitnya Omnimbus Law yang disahkan di penghujung tahun lalu melalui UU No.11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja atau biasa disebut Cilaka dinilai inkonstitusional, mengakibatkan lemahnya delegasi penerbitan persetujuan lingkungan yang kemudian diubah hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat saja.

“Seperti dalam Pasal 63 ayat (1) huruf y dijelaskan bahwa kewenangan pemerintah pusat dalam perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup,” jelas Aulia.

Apalagi, partisipasi masyarakat dalam pembuatan Analisis Dampak Lingkungan dipangkas. “Jadi sebelum ada UU Cilaka keterlibatan masyarakat dan pemerhati lingkungan diutamakan, sekarang yang diatur dalam UU tersebut hanya masyarakat terdampak saja yang dilibatkan,” jelasnya.

“Sumber Daya Alam Sulawesi Tengah kini menjadi keran cuan bagi para oligarki, konsekuensinya warga Sulteng kini harus
menanggung setengah juta hekatare deforestasi hutan, ditambah lagi ancaman kerusakan laut akibat ambisi pemerintah membangun pabrik bahan baku kendaraan listrik yang mengakibatkan sekiranya 25 juta ton limbah tailing nikel bakal dibuang ke laut Morowali,” ujarnya.

“Kami berharap agar masalah-masalah buruknya tata Kelola Sumber Daya Alam serta maraknya konflik agraria di Sulteng dapat menjadi prioritas Gubernur untuk diselesaikan, bukan justru tutup mata dan lebih mengarah kepada kepentingan mereka para pemodal dari pada menyelesaikan persoalan-persoalan rakyat,” tutupnya (Sof)

Selengkapnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

You cannot copy content of this page