POSO, DETAIL73.COM – Pertashop Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Meko Kecamatan Pamona Barat, Kabupaten Poso Sulawesi Tengah, gulung tikar, diduga hal tersebut disebabkan dalam pengelolaannya dinilai besar pasak dari pada tiang.
Adanya dugaan tersebut bukan tanpa sebab, pasalnya Pertashop yang sebelumnya diresmikan oleh Bupati Poso pada medio September tahun 2020, target penjualan BBM Pertamax tidak sesuai yang diharapkan atau hanya terjual 100 liter per hari dengan harga Rp9.200 per liter.
Mantan operator Perthasop Bumdes Meko I Made Jhoni Kristanto yang di konfirmasi pemedia di kediamannya membenarkan adanya kondisi tersebut.
“Target dari pertamina, seharusnya yang terjual sekitar 2 atau 3 mobil tangki per bulan, dengan volume mobil tangki 3000 liter per satu kali suplai,” ungkap I Made Jhoni Kristanto, Jumat (20/01/2023)
Lanjut kata dia, pada awal pengoperasian Pertashop Meko masih di bawah kendali langsung oleh pihak Pertamina, belum di serahkan kepada BUMDes Meko.
Sehingga semua hasil penjualannya pun masih harus disetor ke pihak Pertamina, belum ada sepeser pun yang masuk ke kas Bumdes Meko.
“Saya sendiri, setelah diputus kontrak sebagai operator oleh Pertamina pada bulan Agustus 2021, mungkin dampak dari Pertashop Meko tidak mendapatkan keuntungan sesuai harapan, buktinya setelah saya keluar, Pertashop ini tidak lagi beroperasi,” akunya.
Sementara itu, Kepala Desa Meko I Gede Sukaartana, saatnya dikonfirmasi terkait penyebab Pertashop Meko tak lagi bisa beroperasi melayani kebutuhan BBM masyarakat, kepada pewarta mengatakan bahwa salah pemicu utamanya adalah harga jual Pertamax per liter, di Pertashop jauh lebih mahal, ketimbang Pertalite eceran yang dijual warga.
“Keuntungan penjual Pertamax melalui Pertashop sangat kecil, hasil penjualan harus menutupi gaji operator sesuai UMR sebesar Rp 2.5 juta/operator dimana dibutuhkan 2 operator atau Rp 5 juta/ bulan, sehingga saldonya sangat minim bahkan bisa merugi,” ucap Kades Meko.
“Pengurus BUMDes yang menangani pembangunan Pertashop usai membuat pertanggungjawaban semuanya langsung minta berhenti, sementara pengurus yang baru, mereka juga belum melaksanakan tugasnya,” akunya.
Salah seorang warga Desa Meko kepada pewarta mengatakan pembangunan Pertashop BUMDes Meko telah menelan anggaran ratusan juta rupiah dari Dana Desa maupun PADes dan berpotensi telah merugikan keuangan negara.
“Diawal perencanaan Pertashop ini tidak melibatkan seluruh elemen masyarakat Desa Meko, hal ini memang sangat disayangkan,” tegas sumber yang enggan disebut identitasnya.
Lebih dalam dijelaskan sumber bahwa pertanggungjawaban BUMDes Meko pada 27 Januari 2020, yang di tandatangani oleh Bumdes dan Kades Meko, terungkap dana penyertaan modal yang dikelola BUMDes Meko dari Dana Desa sebesar Rp300 juta yang pengelolaannya senilai Rp150 juta untuk pembelian kapling BUMDes, sisanya di anggarkan untuk pendirian Pertashop,
Dari jumlah tersebut masih di tambah dari pendapatan asli desa yaitu retribusi jalan desa senilai Rp68.967.000; BRI Link Rp1.695.000, penjualan dan sewa tabung gas Rp5.118.000, sewa kursi BUMDes Rp508.000 dan iuran air bersih
Rp 4.252.000 dengan total Rp230an juta yang mana hampir seluruhnya masuk dalam anggaran bangunan Pertashop.
“Sementara untuk pengadaan peralatan Pertashop dan transportasi di tanggung oleh pertamina,” pungkasnya, seraya berharap agar pihak pengelola BUMDes Meko tetap harus bertanggung jawab atas anggaran yang telah digunakan selama ini.
Diketahui Pertashop BUMDes Meko Kecamatan Pamona Barat Kabupaten Poso Sulawesi Tengah yang terletak di jalan ruas pariwisata, tepatnya depan SMP Negeri II Pambar.
Kehadiran Pertashop ini diharapkan bisa menjadi jawaban atas ketersediaan energi di remote area yang jauh dari pusat kota.
Pertashop Meko memiliki kapasitas 3 kilo liter jenis BBM Pertamax yang disuplai dari fuel terminal Poso yang tidak perlu di ragukan lagi kehandalannya karena di pasok langsung dari Depot BBM dengan mobil tangki berkapasitas 16 kilo liter.
Selain itu, Pertamina juga menyediakan Bright Gas 5.5 kg dan12 kg serta produk Pelumas kualitas standar pertamina. (*Beth jeka)
Editor : David Mogadi