Eks Kadis PMD Donggala Ungkap Aktor Intelektual Kasus Dugaan Korupsi TTG dan Website Desa

PALU, DETAIL73.COM – Mantan Kadis PMD Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Abraham Taud, SE kembali hadiri panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Pemeriksaan untuk ke-2 kali itu atas laporan yang tekah dilayangkan sebelumnya pihak CV. Mardiana Mandiri Pratama (MMP) ke KPK via online.

Dalam pemeriksaan di KPK, mantan Kadis PMD menjelaskan tentang regulasi yang terkait dengan pengadaan alay TTG dan website desa serta kronologis tentang pengadaan kedua peralatan tersebut.

Selain itu, juga ditanyai seputar Memorandum Of Understanding (MOU ) Dinas PMD dengan CV. MMP dan Dinas PMD dengan CV. Hani Colection.

“Dasar saya tandatangan itu pertama, adanya perintah melalui disposisi. Kedua, sosialisasi sudah dilaksanakan oleh pihak prrusahaan ke desa-desa dan kecamatan tanpa sepengetahuan atau laporan sebelumnya ke Dinas PMD,” kata Abraham.

Menurut Abraham, dua program pengadaan alat Tekhnologi Tepat Guna (TTG) dan website desa, tidak bisa dipisahkan. Karena di dalamnya ada aktor intelektual yang sama.

Selain itu, kata Abraham, kasus TTG dan website desa tidak menggunakan dana desa tetapi melalui dinas PMD.

“Program websaite itu kan tidak pakai DD. Tapi menunggu DPA dinas. Cuma karena ada aktor intelektual inilah sehingga kacau begini,” kata Abraham usai diperiksa KPK.

Abraham menambahkan, nota disposisi Bupati Donggala kode B.0835 tertanggal 28 Desember 2018, tidak langsung kepada Dinas PMD, tetapi melalui Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekab) Donggala yang saat itu dijabat oleh Aidil Nur.

Dalam nota disposis Bupati itu atas permohonan rekomendasi CV. Hani Colection dalam pelaksanaan dana desa. Kemudian dibuatkan MoU oleh DB Lubis antara dinas PMD dengan CV.Hani Colection.

Setelah penandatangani MoU tersebut lanjut Abraham, anggarannya akan dibebankan pada DPA Dinas PMD tahun anggaran 2020. Dipangkas karena terjadi musibah Covid 19. Sehingga pengadaan dua program tersebut ditunda.

“Saya kaget tiba-tiba sudah ada kontrak kerja sama antara desa dengan pihak perusahaan tanpa sepengetahuan atau laporan ke dinas pakai dana desa,” jelas Abraham.

Lebih lanjut Abraham menjelaskan, pengadaan alat TTG dan website desa, tidak bisa menggunakan dana desa tetapi melalui DPA dinas PMD. Namun sangat disayangkan sebelum ada anggaran di dinas, pengadaan tersebut sudah menggunakan dana desa.

MoU Dinas PMD dengan pihak perusahan TTG dan website, bukan menjadi rujukan untuk pembuatan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara desa dengan pihak perusahaan. Demikian pula sebaliknya dasar PKS desa dengan perusahaan, bukan MoU Dinas PMD dengan perusahaan.

Normatifnya, ketika akan dibangun suatu kerjasama antara para pihak, maka yang dibangun awalnya itu adalah MoU pada lembaga yang diatas. Misalnya, Pemerintah Kabupaten atau dinas dan selanjutnya di-breakdown ke unit kerja di bawah seperti ke desa atau unit kerja lainnya.

Yang terjadi adalah sebaliknya, sudah ada PKS, bagamana dengan MoU? Kesemuanya ini fakta di lapangan.

Ditanya siapa sebenarnya Mardiana? Abraham juga mengungkapkan, jika ditelusuri rekam jejak Mardiana, ternyata bukan seorang pengusaha. Tetapi tenaga honorer di beberapa OPD.

“Saya tidak tahu Mardiana itu disuruh cari uang dan disuruh buat perusahaan. Tanya langsung saja pada yang bersangkutan, termasuk aliran dana dari pihak perusahan ke sejumlah pihak atau pejabat. Karena saya tidak tahu menahu soal itu,” jawab Abraham kepada penyidik KPK. (Ahmad Muhsin/MetroSulteng)

Editor : David Mogadi

Selengkapnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

You cannot copy content of this page