BALI- Belajar mengisi hidup dengan optimis dan semangat di balik kekurangan, itulah yang bisa kita dapatkan saat berkunjung ke Desa Bengkala. Desa kecil yang berada di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, sebelah utara Bali ini ternyata merupakan desa difabel.
Bisa dibilang Desa Bengkala adalah desa yang istimewa, karena memiliki komunitas tuli-bisu yang cukup tinggi. Dijelaskan laman National Geographic Indonesia, dari sekitar 3.000 masyarakat Desa Bengkala, sekitar 2% atau sebanyak 48 orang yang tergolong tuli-bisu.
Menariknya, dalam keseharian masyarakat Desa Bengkala tetap bisa hidup harmonis mengisi kekurangan satu sama lain. Warga di Desa Bengkala menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan teman tuli-bisu di sana. Bahasa isyarat tersebut dikenal dengan istilah “Kata Kolok”, yang dalam bahasa lokal “Kolok” berarti tuli-bisu.
Sehingga Kata Kolok adalah bahasa yang digunakan orang tuli-bisu untuk berkomunikasi. Hal inilah yang menyebabkan desa kecil yang berlokasi 100 km dari Kota Denpasar ini juga sering disebut dengan Desa Kolok, Desa Tuli-Bisu.
Sejarah Desa Bengkala, Bali
Saat mendengar desa difabel, tentu kita akan bertanya-tanya penyebab banyak warganya yang tuli-bisu. Mengutip dari BBC, ternyata sebelumnya masyarakat Desa Bengkala menganggap kondisi ini adalah sebuah kutukan.
Namun, ada penelitian menyebut bahwa hal ini disebabkan karena adanya gen resesif DFNB3, yang membuat 1 dari 50 bayi di desa tersebut terlahir tuli-bisu. Bahkan, menurut penelitian lainnya, kondisi yang terjadi di Desa Bengkala sekitar 80% disebabkan faktor genetik, dan sisanya belum diketahui penyebabnya.
Menariknya, ternyata kondisi ini justru menjadi nilai plus bagi Desa Bengkala. Karena masyarakat yang memiliki pendengaran normal, atau dengan istilah setempat disebut “Enget”, dapat tetap berkomunikasi dengan tetangga lainnya yang tuli melalui Kata Kolok.
Berbeda dengan bahasa isyarat lainnya, Kata Kolok cenderung mudah dipahami oleh orang baru, termasuk para wisatawan yang datang ke Desa Bengkala, karena menggunakan isyarat yang sederhana. Contohnya untuk kata “ayah” diisyaratkan dengan jari telunjuk yang melengkung di atas bibir, seperti membentuk kumis. Sementara kata “haus” digambarkan dengan membelai leher.
Nah, bagi para wisatawan yang ingin belajar Kata Kolok, para penduduk setempat juga menjual buku kamus bahasa isyarat Kata Kolok, yang diterbitkan dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Inggris dan Indonesia.
Melihat keharmonisan yang ada di Desa Bengkala, tidak heran kalau desa ini disebut sebagai tempat yang layak dan nyaman bagi teman tuli-bisu, karena bisa hidup berdampingan dengan “normal” bersama masyarakat lainnya yang tidak tuli.
Selain itu, keterbatasan tersebut juga tidak mematahkan semangat masyarakat Kolok di Desa Bengkala. Karena mereka tetap diterima untuk bekerja layaknya orang normal, baik itu sebagai petani atau pekerja biasa. Bahkan wanita Kolok banyak dipercaya menenun pakaian tradisional Bali.
Menariknya, salah satu industri kreatif di Desa Bengkala, yakni jamu tradisional sangat diminati wisatawan.
Tari Janger Kolok Khas Desa Bengkala
Tidak hanya dari sisi bahasa isyarat yang unik, Desa Bengkala juga memiliki budaya yang menarik, yaitu Tari Janger Kolok. Tarian khas Desa Bengkala ini memperlihatkan lenggak-lenggok penari tuli-bisu yang sangat indah dan menawan.
Mungkin kita akan bertanya-tanya, bagaimana teman tuli bisa luwes menari? Padahal kalau kita lihat sekilas, Tari Janger Kolok mungkin terlihat layaknya tarian pada umumnya, lengkap dengan iringan musik dan lenggak-lenggok para penari yang luwes.
Untuk berkomunikasi, para penari Kolok akan mengikuti aba-aba yang diberikan oleh penabuh kendang. Uniknya, meskipun tidak menggunakan alat bantu apapun, dan hanya menggunakan isyarat visual, gerakan penari Kolok dan iringan musik kendang bisa saling menyatu sehingga menciptakan gerakan yang sinkron.
Berkat keunikan yang dimiliki, tak heran jika Tari Janger Kolok pun menjadi salah satu daya tarik wisata di Desa Bengkala. Adanya Tari Janger Kolok ini juga diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat Kolok di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Sehingga dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke Desa Bengkala.
Foto Cover: Tari Janger Kolok khas Desa Bengkala yang penarinya bisu-tuli. (Kompas.com/Kurniawan Masud)